السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ
Bismillahirrohmanirrohiim. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin
wal’aqibatu lil muttaqin. Falaa ‘udwanu illaa ‘aladz dzolimiin. Wash Sholatu
wassalaamu ‘alaa asyrofil ambiyaa i wal mursaliin imaamil muttaqin sayyidil mu’minin sayyidinaa wa maulaana muhammadin wa ‘alaa alihii wa ashabihii waman tabi’ahum bi ihsaanin ilaa
yaumiddin. Amma ba’ du.
Bapak kepala sekolah yang kami hormati, ustadz ustadzah yang saya hormati serta teman - teman yang saya banggakan. Insya Allah pada kesempatan kultum kali ini saya akan menyampaikan judul materi tentang IMAN KEPADA ALLAH SWT.
Arti Iman
Kepada Allah
Iman adalah
membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan
anggota badan (beramal). Dengan demikian iman kepada Allah berarti meyakini
dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu
diucapkan dalam kalimat :
أشهد أن لاإله إلا الله
“Aku
bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
Sebagai
perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti dengan perbuatan, yakni
menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Rukun Iman yang
pertama adalah iman kepada Allah SWT yang merupakan dasar dari seluruh ajaran
Islam. Orang yang akan memeluk agama Islam terlebih dahulu harus mengucapkan
kalimat syahadat. Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah dimiliki
manusia sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada
Allah SWT sejak ia berada di alam arwah. Firman Allah SWT :
وإذ اخذ ربك من
بني أدم من ظهورهم ذريتهم وأشهدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا
“Dan
ingatlah, ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami
bersaksi.” (QS. Al-A’raf : 172)
Jauh sebelum
datangnya agama Islam, orang-orang jahiliyah juga sudah mengenal Allah SWT.
Mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan yang harus disembah
adalah dzat yang Maha Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana diungkapkan di
dalam Al-Qur’an :
ولئن سألتهم من
خلق السموت والأرض ليقولن خلقهن العزيز العليم
“Dan sungguh
jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?”, niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf : 9)
Manusia
memiliki kecenderungan untuk berlindung kepada sesuatu Yang Maha Kuasa. Yang
Maha Kuasa itu adalah dzat yang mengatur alam semesta ini. Dzat yang mengatur
alam semesta ini sudah pasti berada di atas segalanya. Akal sehat tidak akan
menerima jika alam semesta yang sangat luas dan teramat rumit ini diatur oleh
dzat yang kemampuannya terbatas. Sekalipun manusia sekarang ini sudah dapat
menciptakan teknologi yang sangat canggih, namun manusia tidak dapat mengatur
alam raya ini. Dengan kecanggihan teknologinya, manusia tidak akan dapat
menghentikan barang sedetik pun bumi untuk berputar.
Dzat Allah
adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak mungkin dapat memikirkan dzat
Allah. Oleh sebab itu mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan puas
dengan apa yang telah dijelaskan Allah SWT melalui firman-firman-Nya dan
bukti-bukti berupa adanya alam semesta ini.
Ketika
Rasulullah SAW endapat kabar tentang adanya sekelompok orang yang berusaha
memikirkan dan mencari hakekat dari dzat Allah, maka beliau melarang mereka
untuk melakukan hal itu. Rasulullah SAW bersabda :
عن ابن عباس أن
قوما تفكروا فى الله عزوجل وقال النبي صلى الله عليه وسلم تفكروا فى خلق الله ولا
تفكروا فى ذات الله (رواه ابو الشيخ)
“Dari Ibnu
Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang (hakekat)
dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda : “Pikirkanlah tentang ciptaan
Allah dan janganlah kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu Asy-Syaikh)
Sebagai
perwujudan dari keyakinan akan adanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah
pengabdian kita kepada Nya. Pengabdian kita kepada Allah adalah pengabdian
dalam bentuk peribadatan, kepatuhan, dan ketaatan secara mutlak. Tidak
menghambakan diri kepada selain Allah, dan tidak pula mempersekutukan Nya
dengan sesuatu yang lain. Itulah keimanan yang sesungguhnya. Jika sudah
demikian Insya Allah hidup kita akan tentram. Apabila hati dan jiwa sudah
tentram, maka seseorang akan berani dan tabah dalam menghadapi liku-liku
kehidupan ini. Segala nikmat dan kesenangan selalu disyukurinya. Sebaliknya
setiap musibah dan kesusahan selalu diterimanya dengan sabar.
Dasar
Beriman Kepada Allah
a. Kecenderungan dan pengakuan hati
b. Wahyu Allah atau Al-Qur’an
c. Petunjuk Rasulullah atau Hadits
Setiap
manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya untuk percaya kepada kekuatan
ghaib yang bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati secara
fitrah itu tidak cukup. Pengakuan hati merupakan dasar iman. Namun dengan
pengakuan hati tidak akan ada artinya, tanpa ucapan lisan dan pengalaman
anggota tubuh. Sebab antara pengakuan hati, pengucapan lisan, dan pengalaman
anggota tubuh merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk mencapai
keimanan yang benar tidak hanya berdasarkan fitrah pengakuan hati nurani saja,
tetapi harus dipadukan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Cara Beriman
Kepada Allah SWT
Iman kepada
Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun iman.
Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka
keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang.
Sebab jika iman kepada Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka
ketidak-benaran ini akan berlanjut kepada keimanan yang lain, seperti iman
kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kiamat,
serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang
secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah seorang
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut mengaku beragama
Islam.
Ditinjau
dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada Allah SWT :
a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang
bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita mepercayai Allah SWT secara umum
atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai suber ajaran pokok Islam telah
memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa
Allah adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar,
Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.
b. Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang
bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib
percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda
dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul Husna” yang
kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga
meresapi dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung di dalamnya.
Demikian kultum ini kami sampaikan, semoga ada manfaat yang akan didapat dari yang saya sampaikan. Billahi taufik wal hidayah
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar